Translate

Senin, 14 April 2014

PROSES PERNIKAHAN MASYARAKAT BATAK



Pernikahan adalah salah satu peristiwa besar yang patut dirayakan dalam hidup kita. Pernikahan/ perkawinan adalah penggabungan dua raga menjadi satu hati dalam menyongsong segala harapan dan impiian di masa depan. Layaknya di kebudayaan-kebudayaan lainnya, pernikahan dalam adat Batak Toba adalah suatu momen bahagia yang besar. Dirayakan dengan meriah yang melibatkan semua anggota keluarga kedua pihak pengantin, saudara serta saudara satu kampung. 
            Tidak seperti pernikahan modern, yang sering kita saksikan pada masa sekarang, pernikahan pada adat Batak Toba, melewati proses yang cukup rumit dan melelahkan. Karena meliputi prosesi pra-nikah, acara nikah, dan paskah nikah. Berikut adalah tahap tahap yang dilaksanakan oleh setiap pasangan Batak ttoba yang ingin menikah dengan menggunakan adat batak.
1.      Mangarisika.
Adalah kunjungan utusan pria yang tidak resmi ke tempat wanita dalam rangka penjajakan. Jika pintu terbuka untuk mengadakan peminangan maka pihak orang tua pria akan meninggalkan tanda/ kenang-kenangan pada pihak wanita  (tanda holong dan pihak wanita memberi tanda mata). Jenis barang-barang pemberian itu dapat berupa kain, cincin emas, dan lain-lain.
2.      Marhori-hori Dinding/marhusip..
Marhori-hori dinding/ Marhusip adalah Pembicaraan antara kedua belah pihak yang melamar dan yang dilamar, terbatas dalam hubungan kerabat terdekat dan belum diketahui oleh umum.
3.      Marhata Sinamot.
Pihak kerabat pria (dalam jumlah yang terbatas) datang pada kerabat wanita untuk melakukan marhata sinamot/ mahar. Banyak orang yang salah persepsi dengan adanya sejumlah uang yang harus dibayarkan pihak mempelai pria terhadap pihak mempelai wanita. Hal ini menimbulkan pandangan yang salah bahwa putrid batak ‘dijual’ denghan sejumlah uang. Padahal sebenarnya sinamot sendiri dari sejarahnya, adalah rasa terima kasih pihak pria terhadap pihak wanita yang ditentukan jumlahnya sesuai dengan perundingan kedua belah pihak dengan mempertimbangkan tingkat akademik si wanita, jarak tinggal kedua belah pihak, banyak tidaknya kerabat dsb. Sinamot nantinya digunakan pihak wanita untuk mengundang kerabat mempelai wanita, ganti kado, dan untuk kebutuhan-kebutuhan pesta lainnya.
4.      Pudun Sauta.
Pihak kerabat pria tanpa hula-hula mengantarkan wadah sumpit berisi nasi dan lauk pauknya (ternak yang sudah disembelih) yang diterima oleh pihak parboru dan setelah makan bersama dilanjutkan dengan pembagian Jambar Juhut (daging) kepada anggota kerabat, yang terdiri dari :
  • Kerabat marga ibu (hula-hula)
  • Kerabat marga ayah (dongan tubu)
  • Anggota marga menantu (boru)
  • Pengetuai (orang-orang tua)/pariban
Diakhir kegiatan Pudun Saut maka pihak keluarga wanita dan pria bersepakat menentukan waktu Martumpol dan Pamasu-masuon.
5.      Martumpol (baca: martuppol).
Penanda-tanganan persetujuan pernikahan oleh orang tua kedua belah pihak atas rencana perkawinan anak-anak mereka dihadapan pejabat gereja. Tata cara Partumpolon dilaksanakan oleh pejabat gereja sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Tindak lanjut Partumpolon adalah pejabat gereja mewartakan rencana pernikahan dari kedua mempelai melalui warta jemaat, yang di HKBP disebut dengan Tingting (baca : tikting). Tingting ini harus dilakukan dua kali hari minggu berturut-turut. Apabila setelah dua kali tingting tidak ada gugatan dari pihak lain baru dapat dilanjutkan dengan pemberkatan nikah (pamasu-masuon).
6.      Martonggo Raja atau Maria Raja.
Adalah suatu kegiatan pra pesta/acara yang bersifat seremonial yang mutlak diselenggarakan oleh penyelenggara pesta/ acara yang bertujuan untuk:
  • Mempersiapkan kepentingan pesta/acara yang bersifat teknis dan non teknis.
  • Pemberitahuan pada masyarakat bahwa pada waktu yang telah ditentukan ada pesta/acara pernikahan dan berkenaan dengan itu agar pihak lain tidak mengadakan pesta/acara dalam waktu yang bersamaan.
  • Memohon izin pada masyarakat sekitar terutama dongan sahuta atau penggunaan fasilitas umum pada pesta yang telah direncanakan.

7.      Manjalo Pasu-pasu Parbagason (Pemberkatan Pernikahan)
Pengesahan pernikahan kedua mempelai menurut tatacara gereja (pemberkatan pernikahan oleh pejabat gereja). Setelah pemberkatan pernikahan selesai maka kedua mempelai sudah sah sebagai suami-istri menurut gereja. Setelah selesai seluruh acara pamasu-masuon, kedua belah pihak yang turut serta dalam acara pamasu-masuon maupun yang tidak pergi menuju tempat kediaman orang tua/kerabat orang tua wanita untuk mengadakan pesta unjuk. Pesta unjuk oleh kerabat pria disebut Pesta Mangalap parumaen.
8.      Pesta Unjuk
Suatu acara perayaan yang bersifat sukacita atas pernikahan putra dan putri. Ciri pesta sukacita ialah berbagi jambar :
  •         Jambar yang dibagi-bagikan untuk kerabat parboru adalah jambar juhut (daging) dan jambar uang (tuhor ni boru) dibagi menurut peraturan.
  •      Jambar yang dibagi-bagikan bagi kerabat paranak adalah dengke (baca : dekke) dan ulos yang dibagi menurut peraturan. Pesta Unjuk ini diakhiri dengan membawa pulang pengantin ke rumah paranak.

9.      Mangihut di ampang (dialap jual)
Yaitu mempelai wanita dibawa ke tempat mempelai pria yang dielu-elukan kerabat pria dengan mengiringi jual berisi makanan bertutup ulos yang disediakan oleh pihak kerabat pria.
10.  Ditaruhon Jual.
Jika pesta untuk pernikahan itu dilakukan di rumah mempelai pria, maka mempelai wanita dibolehkan pulang ke tempat orang tuanya untuk kemudian diantar lagi oleh para namborunya ke tempat namborunya. Dalam hal ini paranak wajib memberikan upa manaru (upah mengantar), sedang dalam dialap jual upa manaru tidak dikenal.
11.  Paranak makan bersama di tempat kediaman si Pria (Daulat ni si Panganon).
Setibanya pengantin wanita beserta rombongan di rumah pengantin pria, maka diadakanlah acara makan bersama dengan seluruh undangan yang masih berkenan ikut ke rumah pengantin pria. Dalam hal ini Makanan yang dimakan adalah makanan yang dibawa oleh pihak parboru
12.  Paulak Unea.
a.       Setelah satu, tiga, lima atau tujuh hari si wanita tinggal bersama dengan suaminya, maka paranak, minimum pengantin pria bersama istrinya pergi ke rumah mertuanya untuk menyatakan terima kasih atas berjalannya acara pernikahan dengan baik, terutama keadaan baik pengantin wanita pada masa gadisnya (acara ini lebih bersifat aspek hukum berkaitan dengan kesucian si wanita sampai ia masuk di dalam pernikahan).
b.       Setelah selesai acara paulak une, paranak kembali ke kampung halamannya/rumahnya dan selanjutnya memulai hidup baru.

13.  Manjahea.
Setelah beberapa lama pengantin pria dan wanita menjalani hidup berumah tangga (kalau pria tersebut bukan anak bungsu), maka ia akan dipajae, yaitu dipisah rumah (tempat tinggal) dan mata pencarian.
14.  Maningkir Tangga (baca : manikkir tangga)
Beberapa lama setelah pengantin pria dan wanita berumah tangga terutama setelah berdiri sendiri (rumah dan mata pencariannya telah dipisah dari orang tua si laki-laki) maka datanglah berkunjung parboru kepada paranak dengan maksud maningkir tangga (yang dimaksud dengan tangga disini adalah rumah tangga pengantin baru). Dalam kunjungan ini parboru juga membawa makanan (nasi dan lauk pauk, dengke sitio tio dan dengke simundur-mundur).Dengan selesainya kunjungan maningkir tangga ini maka selesailah rangkaian pernikahan adat na gok.

Kamis, 10 April 2014

MEMAHAMI KONSEP/ FILOSOFI DALIHAN NATOLU



            Batak Toba, suku yang Besar di Pulau Sumatera memiliki tatanan masyarakat yang cukup unik. Dimana adanya dinamika kasta. Arinya tidak selamanya seseorang menjadi raja, pelayan ataupun saudara. Ada masa dimana kita harus menjadi Tuan Rumah,  tapiu ada juga masa dimana kita harus menjadi pelayan dalam acara tertentu. Hal ini terangkum jelas dalam filosofis masyarakat Batak Toba yang menjunjung kekerabatan yang disebut dengan “Dalihan Natolu”.

            Dalihan Na Tolu adalah filosofis atau wawasan sosial-kulturan yang menyangkut masyarakat dan budaya Batak. Dalihan Natolu menjadi kerangka yang meliputi hubungan-hubungan kerabat darah dan hubungan perkawinan yang mempertalikan satu kelompok. Dalam adat batak, Dalihan Natolu ditentukan dengan adanya tiga kedudukan fungsional sebagai suatu konstruksi sosial yang terdiri dari tiga hal yang menjadi dasar bersama. Ketiga tungku tersebut adalah:
ü  Somba Marhulahula: ada yang menafsirkan pemahaman ini menjadi “menyembah hul-hula, namun ini tidak tepat. Memang benar kata Somba, yang tekananya pada som berarti menyembah, akan tetapi kata Somba di sini tekananya ba yang adalah kata sifat dan berarti hormat. Sehingga Somba marhula-hula berarti hormat kepada Hula-hula. Hula-hula adalah kelompok marga istri, mulai dari istri kita, kelompok marga ibu(istri bapak), kelompok marga istri opung, dan beberapa generasi; kelompok marga istri anak, kelompok marga istri cucu, kelompok marga istri saudara dan seterusnya dari kelompok dongan tubu. Hula-hula ditengarai sebagai sumber berkat. Hulahula sebagai sumber hagabeon/keturunan. Keturunan diperoleh dari seorang istri yang berasal dari hulahula. Tanpa hulahula tidak ada istri, tanpa istri tidak ada keturunan.
ü  Elek Marboru/lemah lembut tehadap boru/perempuan. Berarti rasa sayang yang tidak disertai maksud tersembunyi dan pamrih. Boru adalah anak perempuan kita, atau kelompok marga yang mengambil istri dari anak kita(anak perempuan kita). Sikap lemah lembut terhadap boru perlu, karena dulu borulah yang dapat diharapkan membantu mengerjakan sawah di ladang. tanpa boru, mengadakan pesta suatu hal yang tidak mungkin dilakukan.
ü  Manat mardongan tubu/sabutuha, suatu sikap berhati-hati terhadap sesama marga untuk mencegah salah paham dalam pelaksanaan acara adat. Hati–hati dengan teman semarga. Kata orang tua-tua “hau na jonok do na boi marsiogoson” yang berarti kayu yang dekatlah yang dapat bergesekan. Ini menggambarkan bahwa begitu dekat dan seringnya hubungan terjadi, hingga dimungkinkan terjadi konflik, konflik kepentingan, kedudukan, dan lain-lain.
Istilah Dalihan Na Tolu mempunyai arti tungku berkaki tiga. Ini menunjukkan tiga kedudukan fungsional sebagai konstruksi sosial yang terdiri atas tiga hal yang menjadi dasar bersama.
Ketiga tungku mewakili tiga pihak dalam pernikahan secara adat, yaitu hula-hula (keluarga pemberi istri), boru (keluarga penerima istri), dan dongan sabutuha (kelompok semarga).
Dari tiga kelompok itu, kelompok penerima istri (boru) inilah yang paling sibuk mengurusi urusan resepsi pernikahan. Adapun kelompok hula-hula sama sekali pantang membantu proses pernikahan tersebut.
Konsep Dalihan Na Tolu juga berlaku pada subetnis Batak lain, seperti Karo, Simalungun, Mandailing/Angkola, dan Pakpak. Orang Karo menyebut konsep ini dengan istilah Rakut Sitelu atau Daliken Sitelu. Istilah Daliken Sitelu juga istilah yang dipakai masyarakat Pakpak. Adapun subetnis Simalungun menyebutnya Tolu Sahundulan. Adapun orang Mandailing/Angkola tetap menyebutnya Dalihan Na Tolu.
Dengan adanya konsep ini, masyarakat batak Toba tidak harus merasa Minder, dengan status mereka. Karena mereka pasti akan merasakan ketiga jabatan tersebut. Secara tidak langsung, filosofi ini mengajarkan kesetaraan kelas dalam masyarakat dalam cara yang sulit dimengerti.


Rabu, 09 April 2014

Mengenal Aksara Batak Lebih Jauh

Pada kesempatan ini, saya tertarik untuk membahas tentang aksara yang digunakan dalam kesusastraan batak. aksara ini lebih sering disebut surat batak. Surat Batak adalah nama aksara yang digunakan untuk menuliskan bahasa Batak. Surat Batak sendiri, disinyalir masih berkerabat dengan aksara Nusantara lainnya. Secara garis besar, ada lima varian surat Batak di Sumatra, yaitu Karo, Toba, Dairi, Simalungun, dan Mandailing. Aksara ini wajib diketahui oleh para datu, yaitu orang yang dihormati oleh masyarakat Batak karena menguasai ilmu sihir, ramal, dan penanggalan. Kini, aksara ini masih dapat ditemui dalam berbagai pustaha, yaitu kitab tradisional masyarakat Batak.
Ciri khas

Surat Batak adalah sebuah jenis aksara yang disebut abugida, jadi merupakan sebuah perpaduan antara alfabet dan aksara suku kata. Setiap karakter telah mengandung sekaligus konsonan dan vokal dasar. Vokal dasar ini adalah bunyi [a]. Namun dengan tanda diakritis atau apa yang disebut anak ni surat dalam bahasa Batak, maka vokal ini bisa diubah-ubah.
Huruf vokal dan konsonan dalam aksara Batak diurut menurut tradisi mereka sendiri, yaitu: a, ha, ka, ba, pa, na, wa, ga, ja, da, ra, ma, ta, sa, ya, nga, la, nya, ca, nda, mba, i, u. Aksara Batak biasanya ditulis pada bambu/kayu. Penulisan dimulai dari atas ke bawah, dan baris dilanjutkan dari kiri ke kanan. (Sumber: Kozok, Uli. 2009. Surat Batak: Sejarah Perkembangan Tulisan Batak, Berikut Pedoman Menulis Aksara Batak dan Cap Si Singamangaraja XII. Jakarta: École française d'Extrême-Orient, Kepustakaan Populer Gramedia.)
Jenis aksara dan penyebaran

Setiap bahasa Batak memiliki varian Surat Batak sendiri-sendiri. Namun varian-varian ini tidaklah terlalu berbeda satu sama lain. Ada empat varian Surat Batak yang utama, sesuai rumpun bahasa Batak, yaitu: Karo, Toba , Pakpak-Dairi, Simalungun, dan Angkola-Mandailing. Dengan membandingkan kelima aksara Batak dan mengadakan analisa nama-nama huruf diakritik maka Prof. Dr. Uli Kozok dari University of Hawai'i at Manoa, dapat membuktikan bahwa aksara Batak mula-mula ada di Mandailing. Dari Mandailing aksara Batak menyebar ke kawasan Toba Timur (perbatasan dengan Simalungun), lalu ke Simalungun dan ke Toba Timur. Dari Toba Timur aksara Batak menyebar lagi ke Pakpak Dairi, sedangkan dari Toba Barat ke Simalungun, sedangkan aksara Karo menunjukkan pengaruh baik dari Pakpak-Dairi maupun dari Simalungun. (Sumber: Kozok, Uli. 2009. Surat Batak: Sejarah Perkembangan Tulisan Batak, Berikut Pedoman Menulis Aksara Batak dan Cap Si Singamangaraja XII. Jakarta: École française d'Extrême-Orient, Kepustakaan Populer Gramedia.)
Penggunaan

Surat Batak zaman dahulu kala digunakan untuk menulis naskah-naskah Batak yang di antaranya termasuk buku dari kulit kayu yang dilipat seperti akordeon. Dalam bahasa Batak buku tersebut dinamakan pustaha atau pustaka. Pustaha-pustaha ini yang ditulis oleh seorang "guru" atau datu (dukun) berisikan penanggalan dan ilmu nujum.
Penulisan huruf surat Batak secara garis besar terbagi dalam dua kategori, yaitu ina ni surat dan anak ni surat.
Ina ni surat

Ina ni surat merupakan huruf-huruf pembentuk dasar huruf aksara Batak. Selama ini, ina ni surat yang dikenal terdiri dari: a, ha, ka, ba, pa, na, wa, ga, ja, da, ra, ma, ta, sa, ya, nga, la, ya, nya, ca, nda, mba, i, u. Nda dan Mba adalah konsonan rangkap yang hanya ditemukan dalam variasi Batak Karo, sedangkan Nya hanya digunakan di Mandailing akan tetapi dimasukkan juga dalam alfabat Toba walaupun tidak digunakan. Aksara Ca hanya terdapat di Karo sedangkan di Angkola-Mandailing huruf Ca ditulis dengan menggunakan huruf Sa dengan sebuah tanda diakritik yang bernama tompi di atasnya.

Mengenal Surat Batak Lebih Dekat

Mengenal Surat Batak Lebih Dekat


Anak ni surat

Anak ni surat dalam aksara Batak adalah komponen fonetis yang disisipkan dalam ina ni surat (tanda diakritik) yang berfungsi untuk mengubah pengucapan/lafal dari ina ni surat. Tanda diakritik tersebut dapat berupa tanda vokalisasi, nasalisasi, atau frikatif. Anak ni surat ini terdiri dari:
  • Bunyi [e] (hatadingan)
  • Bunyi [Å‹] (paminggil)
  • Bunyi [u] (haborotan)
  • Bunyi [i] (hauluan)
  • Bunyi [o] (sihora)
Pangolat (tanda untuk menghilangkan bunyi [a] pada ina ni surat)

Nama-nama tanda diakritis di atas hanya berlaku untuk bahasa Batak Toba. Dalam bahasa-bahasa Batak lainnya terdapat sejumlah variasi nama ina ni surat. Misalnya Pangolet dalam bahasa Karo dinamakan "penengen".

Seperti halnya ina ni surat, anak ni surat dalam aksara Batak juga disusun menurut tradisi mereka sendiri, yaitu: [e], [i], [o], [u], [Å‹], [x]. Tanda diakritik juga memiliki varian bentuk antara suatu daerah dengan daerah lainnya yang menggunakan aksara yang sama. Di bawah ini disajikan contoh penggunaan tanda diakritik dengan huruf Ka, dan varian tanda pangolat.

Mengenal Surat Batak Lebih Dekat

Mengenal Surat Batak Lebih Dekat

demikian pembahasan kita kali ini tentang Surat batak, semoga bisa menjadi referensi bagi kita yang sedang mencari jati kebudayaan sendiri.

MARGA DALAM MASYARAKAT BATAK


Setelah membahas Suku Batak Toba secara umum pada artikel sebelumnya, pada kesempatan ini, saya akan membegikan informasi yang saya dapatkan dari beberapa sumber, teruntuk kawan kawan yang terpanggil untuk mempelajari dan mengenali kekayaan budaya sendiri. Pada kesempatan ini saya akan membahas tentang marga yang merupakan hal yang sangat penting dalam kekerabatan orang Batak Toba.
            Menurut kepercayaan bangsa Batak, induk marga Batak dimulai dari Si Raja Batak yang diyakini sebagai asal mula orang Batak. Si Raja Batak mempunyai dua orang putra, yakni Guru Tatea Bulan dan Si Raja Isumbaon. Guru Tatea Bulan mempunyai 5 orang putra yakni Raja Uti (Raja Biakbiak), Saribu Raja, Limbong Mulana, Sagala Raja, dan Malau Raja. Sementara, Si Raja Isumbaon mempunyai 3 (tiga) orang putra yakni Tuan Sorimangaraja, Si Raja Asiasi dan Sangkar Somalidang.

Dari keturunan (pinompar) mereka inilah kemudian menyebar ke segala penjuru daerah di Tapanuli, baik ke utara maupun ke selatan sehingga munculah berbagai macam marga Batak.
Legenda mengenai bagaimana Si Raja Batak dapat disebut sebagai asal mula orang Batak masih perlu dikaji lebih dalam.
Sebenarnya Kabupaten Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Tobasa, dan Samosir sekarang tidaklah semuanya Toba. Sejak masa Kerajaan Batak hingga pembagian wilayah ya ng didiami suku Batak ke dalam beberapa distrik oleh Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), Tanah Batak dibagi menjadi 4 (empat) bagian besar, yaitu:
  • Samosir (Pulau Samosir dan sekitarnya); contoh: marga Simbolon, Sagala, Samosir, dsb
  • Toba (Balige, Laguboti,Porsea, Parsoburan, simanindo, Parbaba, Pangururan, Sigumpar, dan sekitarnya); contoh: marga Sitorus, Simangunsong, Marpaung, dsb
  • Humbang (Dolok Sanggul, Lintongnihuta, Siborongborong, dan sekitarnya); contoh: marga Simatupang Siburian, Silaban, Sihombing Lumban Toruan, Nababan, Hutasoit, dsb
  • Silindung (Sipoholon, Tarutung, Pahae, dan sekitarnya); contoh: marga Naipospos (Sibagariang, Hutauruk, Simanungkalit, Situmeang, Marbun), Huta Barat, dsb
Pembagian utama Si RAJA BATAK  :
  1. Guru Tateabulan
  2. Raja Isumbaon
Belahan yang dinamakan LOTUNG, yang mencakup kelompok suku yang sebenernya, yaitu Himpunan BORBOR, dan juga sejumlah marga yang lebih kecil, berasal dari Guru Tateabulan.
Yang dinamakan belahan SUMBA yang ke dalamnya termasuk sisa kelompok suku dan marga lainnya, berasal dari Raja Isumbaon.
Yang termasuk BELAHAN LOTUNG ada 5 yaitu :
  1. Raja biakbiak
  2. Saribu Raja
    Mempunyai 3 Kelompok yaitu
    1. LONTUNG
    2. BORBOR
    3. BABIAT
  3. Limbong Mulana
    Mempunyai 1 Kelompok yaitu Limbong (Habeahan)
  4. Sagala Raja
    Mempunyai 1 kelompok yaitu Sagala
  5. Malau Raja
    Mempunyai 4 kelompok yaitu
    1. Paseraja – Malau
    2. Manik
    3. Ambarita
    4. Gurning
Rupanya, raja Biakbiak pergi ke Aceh. Tidak diketahui, apakah ia meninggalkan keturunan.
Limbong pada pokoknya mendiami suatu lembah di sebelah selatan penggung gunung, yang menghubungkan Pusuk Buhit dengan tanah datar, dan Sagala Raja Lembah yang ke arah utara punggung gunung.
Malau Raja tersebar di kawasan sekeliling Pangururan (pulau dan tanah diseberangnya), dan dengan memakai nama Damanik, ia adalah marga yang memerintah di wilayah swapraja Siantar di Sumatera Timur.
Belahan SUMBA meliputi :
  1. Tuan Sori – mangaraja
    mempunyai 3 kelompok :
    1. Nai Ambaton
    2. Nai Rasaon (R.Mangarerak)
    3. Nai Suanon(Tuan Sorbadibanua)
  2. Raja ni Asiasi
Pertama saya akan membahas tentang pembagian Belahan LONTUNG :
  1. LONTUNG
    Yang mempunyai anak meliputi :
    1. Situmorang
      Mempunyai anak :
      1. Lumban Pande
      2. Lumban Nahor
      3. Suhut ni Huta
      4. Siringoringo
        Mempunyai anak :
        1. Lumban Toruan
        2. Sipangpang
        3. Rumapea
      5. Sitohang uruk
      6. Sitohang tonga – tonga
      7. Sitohang toruan (Lumban Gaol)
    2. Sinaga
      Mempunyai anak :
      1. Bonor
        Mempunyai anak :
        1. Sidahan Pitu
        2. Nadiheong
      2. O. Ratus
      3. Uruk
    3. Pandiangin
      Mempunyai anak :
      1. R. Humitap (Pandiangin)
        Mempunyai anak :
        1. Toga Pande
        2. Lumban Uruk
        3. Suhut ni Huta
        4. Lumban Toruan
      2. R. Sumonang
        Mempunyai anak :
        1. R. Gultom
        2. Sidari(Harianja)
        3. Pakpahan
        4. Sitinjak
    4. Nainggolan
      Mempunyai anak:
      1. Ruma Hombar
        Mempunyai anak :
        1. Lumban Tungkup
          Dibagi :
          1. Ruma Hombar
          2. Lumban Raja
        2. Lumban Nahor
        3. Huta Balian
        4. Lumban Siantar
      2. Si Batu
        Mempunyai anak :
        1. Parhusip
        2. Batuara
        3. Siahaan
        4. Ampapaga
    5. Simatupang
      Mempunyai anak :
      1. Sitoga Torop (Siborutorop)
      2. Sianturi
      3. Siburian
    6. Aritonang
      Mempunyai anak :
      1. Ompu Sunggu
      2. Rajagukguk
      3. Simaremare
    7. Siregar
      Mempunyai anak :
      1. Silo
      2. Dongoran
      3. Silali
        Mempunyai anak :
        1. Ritonga
        2. Sormin
      4. Siagian
Keempat marga ‘induk’ pertama dari Limbong bermukim di Samosir Selatan Situmorang dan juga di wilayah – wilayah Sabulan dan Janjiraja, yang terletak berhadapan dengan tanah di seberangnya Pandiangin. Sebagian dari Situmorang mendiami wilayah – wilayah Lintong dan Parbuluan Ritonga; keduanya berada di dataran tinggi sebelah barat Gunung Pusuk Buhit; Dari Pandiangin, sebagian dari keempat marga R. Sumonang (Samosir) pindah ke Habinsaran Selatan kira – kira di sekeliling Pangaribuan Sinaga, dan dari sana pergi ke Pahae Timur Ritonga. Satu cabang dari Nainggolan dapat juga ditemukan disana. Satu kombinasi dari bagian – bagian Situmorang dan Nainggolan bisa dijumpai di Pusuk.
Ketiga marga ‘induk’ terakhir dari LONTUNG menetap dikawasan pantai danau dekat Muara Simatupang dan Aritonang, masing – masing menduduki wilayahnya sendiri, dan juga di pulau kecil bernama PULO yang terletak diseberangnya. Siregar pergi ke Muara dari wilayah kecil Siregar yang terletak di Sigaol yang lain – lainnya langsung pergi ke sana dari Urat di Samosir. Pecahan – pecahan Simatupang dan Aritonang pergi ke pinggiran Dataran Tinggi Humbang yang berbatasan dengan Muara, tempat mereka menduduki wilayah – wilayah Paranginan dan Huta Ginjang. Pecahan – pecahan Siregar berjalan melalui Humbang menuju Habinsaran Selatan Sinaga, dan dari sana pergi ke Sipirok Silali dan dolok (dimana terdapat marga Ritonga dan Sormin) dan ke Pahae Timur (wilayah – wilayah Onan Hasang dan Simangumban). Satu kelompok kecil Siregar dapat juga ditemukan antara Laguboti dan Porsea (Tuan Dibangarna)
  1. BORBOR
    Mempunyai anak :
    1. Tuan Bala Sanuhu
      Mempunyai anak :
      1. Rimbang Sudara
        Mempunyai anak :
        1. Pongpang
        2. Bala Saribu
          Mempunyai anak :
          • Datu Datu(Pasaribu)
            Mempunyai anak :
            1. Sariburaja(Pasaribu)
            2. Batubara
            3. Parapat
            4. Tarihoran
            5. Matondang
            6. Saruksuk
          • Sahang Maima, Sipahutar
        1. Harahap
        2. Tanjung
        3. Pusuk
        4. D. Pulungan
          Mempunyai anak :
          • Pulungan
          • Lubis
        5. Nahulu
      1. Sahang Mataniari
        Mempunyai anak :
        1. Simargolang
        2. Rambe
Borbor bisa ditemukan tersebvar di seluruh Tapanuli. Keterangan – keterangan mengenai pohon silsilah dan jalan perserakan dari anggota di sana sini cukup banyak mengandung perbedaan.
Pasaribu dan Lubis dapat ditemukan di Haunatas (dekat Laguboti Sipaettua) dan di wilayah – wilayah Pasaribu dan Lubis yang berada di Habinsaran Tengah Sinaga, dan sepanjang yang opung saya tau, Lubis ada juga di Mandailing Selatan, Pasaribu di Simanosor (Sibolga Selatan) dan Barus Hulu.
Marga, begitu kisahnya secara bersama – sama merupakan kelompok Daulae di Padang Lawas, Angkola Selatan, Sibolga Selatan dan diantara tempat – tempat lain, di Mandailing sebagai marga penumpang.
Pada mulanya Sipahutar menempati wilayah kecil dengan nama yang sama di Humbang Timur dari mana dia diusir olehmarga Silitonga(Pohan) lantas dia bergerak ke Pagar Batu, Silindung dan Habinsaran.
Di Angkola Tengah dan Padang Bolak Harahaplah marga yang berkuasa; di Kuria Batang Toru di Angkola Utara dan di Kuria Sayur Matinggi di Angkola Selatan, Pulungan.
Rambe merupakan marga yang memerintah di beberapa wilayah Dolok Timur.
Yang Kedua saya akan menjelaskan Belahan SUMBA :
  1. Nai Ambaton
    Mempunyai anak :
    1. Simbolon
      Mempunyai anak :
      1. Tunggul Sibisa
        Mempunyai anak :
        • Simbolon Altong
        • Simbolon Tuan
        • Simbolon Pande
        • Simbolon Panihai
      2. Suhut ni Huta
        Mempunyai anak :
        • Suhut ni Huta(Nai Ambaton di Hulu Barus)
        • Sirimbang
        • Hapotan
    2. Munte
      Mempunyai anak :
      1. Sitanggang
        Mempunyai anak :
        • Sitanggang Bau
        • Sitanggang Lipan
        • Sitanggang Upar
        • Sitanggang Silo
      2. Sigalingging
        Mempunyai anak :
        • Simanik
        • Uruk
        • Marhabang
        • Lali
    3. Tambatua
      Mempunyai anak :
      1. Rumabolon
      2. Ruma Ganjang
        Mempunyai anak :
        • Gr. Sotindion
          Mempunyai anak :
          • Sidabutar
          • Sijabat
          • Sidari
          • Sidabalok
        • Gr. Sijouon
          Mempunyai anak :
          • Turnip
          • Sidauruk
          • Sitio
        • Gr. Saoan
        • Gr. Solaosom
          Mempunyai anak : Sialagan
        • Datu Ronggur
          Mempunyai anak : Sinapitu
        • Raja Tamba
          Mempunyai anak : Tamba
      3. Ruma Horbo
    4. Saragitua
      Mempunyai anak :
      1. O. Tuan Binur
        Mempunyai anak :
        • Saeng
        • Simalanggo
        • Nadeak
        • Simarmata
      2. Saragi
        Mempunyai anak :
        • Sidabungke
        • Saragi Napitu
      3. Tarigan
    5. Sinahampung
Marga Simbolon dan Munte, bersama dengan Saragitua, tersebar di wilayah – wilayah Samosir Barat. Pecahan – pecahan dari Simbolon dan Sigalingging ada juga yang pergi menuju Si Onom Hudon dan Siambaton di Barus Hulu; Sigalingging juga pergi ke Salak, tempat sebagian mereka membertuk marga sendiri.
Tambatua pada mulanya pergi ke wilayah Tamba di daratan Pandiangin. Raja Tamba menetap disana, tetapi yang selebihnya pergi ke Saamosir Timur Laut Pandiangin dan menyebar di wilayah itu.
Saragi menjadi marga yang memerintah di wilayah swapraja Raya di Pantai Timur Sumatera, tempat ia bercabang – cabang secara terpisah. Ia juga menduduki sebuah daerah kecil ditengah wilayah swapraja Siantar.
  1. Nai Rasaon
    Mempunyai anak :
    1. Raja Mangarerak
      Mempunyai anak :
      1. Manurung
        Mempunyai anak :
        • Huta gurgur
        • Huta Gaol
        • Simanoroni
      2. Sitorus
        Mempunyai anak :
        • Sitorus
          Mempunyai anak :
          • Pane
          • Dorling
          • Boltok
        • Sirait
          Mempunyai anak :
          • Siahaan
          • Siagian
        • Butar – butar
          Mempunyai anak :
          • Simananduk
          • Simananti
      3. Purba
      4. Tanjung – Sigulang batu
Dari kelompok suku marga Manurung, Sitorus, Sirait, dan Butarbutar menduduki seluruh Uluan dalam Kelompok kecil.
Sebagian Sitorus menduduki wilayah kecil Sitorus di tengah – tengah kelompok Pohan: dari sana cabang – cabangnya memencar ke sekitar Parsoburan, dan di sana antara lain dikenal nama Pane.
Marga Purba dan Tanjung bisa ditemukan di Pantai Timur Sumatera dan Tanah Karo.
  1. Nai Suanon (Tuan Sorbadibanua)
    Mempunyai anak :
    1. Sibagot ni Pohan
      Mempunyai anak :
      1. Tuan Sihubil
        Mempunyai anak :
        • Tampubolon
        • Silaen
        • Baringbing
      2. Tuan Somanimbil
        Mempunyai anak :
        • Siahaan
        • Simanjuntak
          Mempunyai anak :
          • Nasution
          • Dalimunte
        • Hutagaol
      3. Tuan Dibangarna
        Mempunyai anak :
        • Panjaitan(Dairi)
        • Silitonga
        • Siagian(Pardosi)
        • Sianipar
      4. Sonak Malela
        Mempunyai anak :
        • Simangunsong
        • Marpaung
        • Napitupulu
Seluruh kelompok Pohan tersebar di Toba Holbung, Humbang sebelah Timur dan di daerah Teluk Porsea, juga di bagian Utara Habinsaran. Bagian – bagian dari kebanyakkan marga itu ditemukan di daerah itu, baik dalam wilayah terpisah maupun dalam bentuk gabungan.
Bagian – bagian kecil dengan memakai nama Pohan, juga memerintah di Kuria Barus Mudik dan di Kuria Anggoli. Di Mandailing Utara dan Batang Natal, Nasutionlah marga yang memerintah. Dalimunte terdapat di Angkola Selatan. Kedua marga ini dikatakan termasuk kekelompok suku itu.
    1. Sipaettua
      Mempunyai anak :
      1. Pardungdang
        Mempunyai anak :
        • Pangaribuan
        • Hutapea
      2. Pangulu Ponggok
        Mempunyai anak :
        • Hutahaean
        • Aruan
        • Hutajulu
      3. Partano
        Mempunyai anak :
        • Sibarani (Sarumpaet)
        • Sibuea
Kelompok suku ini menempati kawasan sekitar Laguboti, hidup sendiri – sendiri, atau dalam bentuk gabungan. Sepanjang yang saya ketahui, tidak ada perserakan di tempat lain.
    1. Silahisabungan
      Mempunyai anak :
      1. Sihaloho
        Mempunyai anak :
        • Sinaborno
        • Sinapuran
        • Sinapitu
        • Masopang
      2. Situngkir
        Mempunyai anak :
        • Sipakar
        • Sipayung
      3. Sondi
        Mempunyai anak :
        • Ruma Sondi
        • Ruma Sigap
      4. Sinabutar
      5. Sinabariba
      6. Sinabang
      7. Pintubatu
        Mempunyai anak :
        • Doloksaribu
        • Sinurat
        • Nadapdap
      8. Tambunan
        Mempunyai anak :
        • Lumbanpea
        • Baruara
        • Lumban Gaol
      9. Turgan
Kelompok suku ini tidak mempunyai kawasan sendiri, tempat bagian – bagiannya hidup bersama. Ia menyebar ke seluruh Tapanuli Utara, sementara cabang – cabang besar juga bisa ditemukan di Pantai Timur(Khususnya di tanah Karo), kadang kadang dengan nama lain.
Puak – puak dari kelompok ini terutama dijumpai di wilayah – wilayah Silalahi dan Paropo di Pantai Danau Toba(Tanah leluhurnya yang semula); di wilayah – wilayah Parbaba dan Tolping di Samosir Utara; di wilayah – wilayah Tinambun, Doloksaribu dan di banyak tempat lain di Uluan, tempat mereka kadang – kadang tinggal sebagai marga penumpang; di wilayah Naiborhu dekat Porsea; di wilayah – wilayah Tambunan dan Pagar Batu dekat Balige; di wilayah Sigotom dekat Sipahutar; dan juga di Tuka, Sibolga Utara.
    1. Si Raja Oloan
      Mempunyai anak :
      1. Naibaho
        Mempunyai anak :
        • Siahaan
        • Sitangkarean
        • Sidauruk
        • Hutaparik
        • Siagian
      2. Sihotang(Sigodangulu)
        Mempunyai anak :
        • Sipardabuan Uruk
        • Sorganimusu
        • Sitorban dolok
        • Sirandos
        • Simarsolit
        • Sihotang Hasugian
        • Lumbang Batu
      3. Bakkara
      4. Sinambela
      5. Sihite
      6. Simanullang
Naibaho menempati wilayah kecil dekat Panguruan; Sihotang menempati wilayah dengan nama yang sama di daratan. Keduanya menyebar ke Negeri Dairi; Sihotang juga ke Barus Hulu.
Bakkara, Sinambela, Sihite dan Simanullang bermukim di daerah leluhur. Dua yang disebut belakangan ada juga di Humbang dan Barus Hulu. Sihite juga merupakan bagian dari wilayah si Ualu Ompu yang kecil dekat Tarutung.
    1. Toga Sumba
      Mempunyai anak :
      1. Sihombing
        Mempunyai anak :
        • Silaban
          Mempunyai anak :
          • Sitio
          • Siponjot
        • Lumban Toruan
          Mempunyai anak :
          • Huta Gurgur
          • Huriara
        • Nababan
          Mempunyai anak :
          • Dolok
          • Toruan
        • Hutasoit
      2. Simamora
        Mempunyai anak :
        • Purba
          Mempunyai anak :
          • Pantom Hobol
          • Parhorbo
          • Sigulang batu
        • Manalu
          Mempunyai anak :
          • Mangararobean
            Mempunyai anak :
            • Sorimunggu
            • Ruma Gorga
            • Sigukguhi
            • Ruma Ijuk
            • Ruma Hole
          • Mangaradolok
            Mempunyai anak :
            • Paruma
            • Pareme
            • Datu Napunjung
            • Datu Soburion
            • Tongkot Manodo
        • Debataraja
          Mempunyai anak :
          • Babiat Naingol
          • Sampetua
          • Gaja Marbulang
        • Rambe
Kelompok Sihombing menduduki daerah Toga Sumba. Masing – masing dari keempat marga(Cabang – cabangnya belum menjadi marga yang terpisah) menempati wilayahnya sendiri dan hidup bergabung dengan bagian – bagian dari yang lainnya. Sebagian dari kelompok ini memencar ke Pahae Barat Daya.
Kelompok Simamora menduduki daerah Togu Sumba. Puak puak dari ketiga marga yaitu Purba, Manalu dan Debataraja (cabang – cabang mereka belum menjadi marga terpisah) menduduki wilayah mereka sendiri dan hidup bergabung dengan bagian – bagian dari yang lainnya. Marga Rambe menempati satu wilayah dengan nama yang sama di Barus Hulu bersama bagian – bagian dari ketiga marga lainnya.
Hampir semua puak dari Simamora dan Sihombing(kecuali Rambe) menempati wilayah kecil Tipang dekat Bakkara, sementara Simamora juga ada di Bakkara sendiri, tempat ia pergi ke dataran tinggi Humbang. Dia juga merupakan satu dari bagian – bagian wilayah Si Ualo Ompu dekat Tarutung.
    1. Togu Sobu(Hasibuan)
      Mempunyai anak :
      1. Sitompul
      2. R Hasibuan
        Mempunyai anak :
1.                  Guru Mangaloksa si opat Pisoran
Mempunyai anak :
          • Hutabarat
            Mempunyai anak :
            • Hapoltahan
            • Sisunggulon
            • Hutabarat Pohan
              Mempunyai anak :
              • Parbaju
              • Partali
          • Panggabean
            Mempunyai anak :
            • Lumban Ratus
            • Simorangkir
            • Lumban Siagian
          • Hutagalung
            Mempunyai anak :
            • Miralopak
              Mempunyai anak :
              • Harean
              • Napitupulu
            • R.Inaina
              Mempunyai anak :
              • Inaina
              • Dasopang
              • Botung
          • Huta Toruan
            Mempunyai anak :
            • Hutapea
            • Lumban Tobing
2.                  Guru Hinobaan
Mempunyai anak : Hasibuan
Toga Sobu memiliki daerah Leluhur di Lembah Silindung kecuali keturunan Guru Hinobaan yang hanya bisa ditemukan di wilayah Hasibuan yang berada di Tanjung Sigaol.
Marga Sitompul, Hutabarat, Panggabean, Hutagalung dan Hutatoruan menduduki wilayah mereka sendiri, mereka bergabung di hanya di wilayah POagar Batu yang baru dibentuk kira – kira 1880 dan berada di pinggiran kelompok suku Naipospos. Beberapa Marga juga menjadi bagian dari wilayah Si Ualo Ompu dekat Tarutung. Setiap Kuria di bagian Utara Sibolga termasuk ke dalam salah satu marga Sobu.
Hutagalung juga menyebar ke Padang Lawas, terutama ke kawasan Sungai Barumun dan Sosa tempat ia menduduki seluruh selatan dengan nama Hasibuan.
    1. Naipospos
      Mempunyai anak :
      1. Toga Marbun
        Mempunyai anak :
        • Lumban Batu
          Mempunyai anak :
          • Marbun
          • Sehun
          • Meha
          • Mungkur
        • Banjarnahor
        • Lumban Gaol
      1. Toga Sipoholon
        Mempunyai anak :
        • Sinagabariang
        • Hutauruk
        • Simanungkalit
        • Situmeang
Toga Naipospos menempati wilayah Sanggaran dan Sihikkit ke sebelah Barat Parmonangan.

Demikian ulasan singkat tentang Marga yang ada pada Suku Batak. harapan saya adalah semakin kita mengenali Suku Batak/ budaya batak, semakin cinta pulalah kita akan batak Toba itu sendiri, semakin kita ingin menyelamatkan batak toba dari  kepunahan akibat keapatisan generasi muda yang nampaknya telah dicecoki oleh hal yang berbau modernisasi.