Pustaha adalah sebuah buku atau surat dalam budaya Batak yang berisi catatan pengobatan tradisional, ilmu-ilmu gaib, keterangan tentang cara menolak hal-hal yang jahat (poda), mantra, ramalan-ramalan baik yang baik maupun yang buruk, serta ramalan mimpi. Buku ini biasa ditulis dengan aksara Batak. Secara fisik, pustaha terdiri dari lampak (sampul) dan laklak (kulit kayu sebagai media penulisan). Sampul buku ini sering dihiasi dengan motif Ilik, seekor kadal yang melambangkan dewa Boraspati ni Tano.Pada dasarnya ilmu pengetahuan yang tertulis di dalam pustaha dapat
dibagi menjadi tiga bagian besar, yaitu ilmu yang menyambung hidup, ilmu
yang menghancurkan hidup dan ilmu nujum. Pustaha digunakan oleh seorang
datu atau seorang murid yang belajar untuk menjadi seorang datu.
Pustaha biasa dibuat dari kayu atau kulit kayu pohon alim (Aquilaria malaccensis) yang dikupas. Panjang kulit kayu bisa mencapai 7 meter dan lebar 60 cm. Meski demikian, sebuah pustaha yang disimpan di perpustakaan Universitas Leiden memiliki panjang hingga 15 meter lebih. Selain dari kulit kayu, terdapat juga pustaha yang dibuat dari bambu atau bahan lainnya.
Adapun awal mula dari Pustaha Batak ini adalah sebagai berikut:
Konon, ada seorang
pemuda yang bernama Mangarapintu. Dia melarikan diri dari rumah orangtuanya
karena takut dimarahi sang bapak lantaran telah menghilangkan peralatan tukang
ayahnya yang kebetulan sedang membangun rumah. Dia pergi kesana kemari, masuk
keluar kampung yang tidak dikenalnya. Hidupnya sangat mengibakan karena tidak
ada tempat untuknya berteduh, memuaskan dahaga terlebih rasa lapar.
Pada suatu hari, Mangarapintu sampai ke sebuah tempat
pemujaan yang dihuni oleh makhluk sembahan yang menakutkan. Kemudian sang
sembahan tersebut berkata “aku akan memangsamu” dengan mengejutkan Mangarapintu
menjawab “ Syukur jika Engkau memangsaku Ompung, karena kematian akan jauh
lebih baik bagiku dibandingkan hidup seperti ini”. Mendengar jawaban pemuda
tgersebut, makhluk sembahan tersebut merasa iba, dan kemudian memeliharanya.
Melindungi serta memberi makan dia, bahkan mengajarinya bermacam pengetahuan.
Setelah sekian lama, Mangarapintu pun pamit pada makhluk
sembahan yang telah memelihara dan mengajarinya untuk melanjutkan
perjalanannya, menuju tempat yang dia pun tidak tahu kemana. Tan pa disangka,
dia bertemu dengan Harimau di tengah perjalanannya, dan dengan sangat bernafsu,
sang Harimau berkata “aku akan menjadikanmu makan malamku” dengan tak kala
memelasnya, mangarapintu menjawab, “ adalah ide yang baik Ompung jika Engkau
menyantapku, karena hidup puntak ada lagi gunanya bagi saya yang menyedihkan
ini”. Mendengar jawaban pemuda itu, sang harimau pun iba, dan kemudian
memeliharanya serta mengajarinya akan ilmu menerawang. Hingga akhirnya
Mangarapintu bisa menerawang dan mengetahui letak alat tukang ayahnya yang
dihilangkannya.
Setelah sekian lama berguru pada harimau tersebut,
Mangarapintu kemudian pamit melanjutkan perjalanannya berkelana ke puncvak
bukit Pusuk ( Pusuk Buhit), tempat dimana para putri Dewa, yang berjumlah tujuh
orang, turun dari kahyangan untuk mandi. Melihat ada pendatang di tempat
permandian itu, sontak para putri dewa kaget dan kemudian bergegas meninggalkan
tempat itu kembali ke kahyangan. Namun, sang pemuda sempat menangkap ujung
benang selendang salaha satu putrid yang kemudian membawanya terbang ke
kahyangan.
Mangarapintu kemudian terbawa ke kahyangan, dan
dihadapkan pada Dewa Batara Guru ( Debata Batara Guru). Sang dewa pun menaruh
iba kepada sang pemuda, dan kemudian mengajarinya berbagai macam ilmu
pengetahuan.sang dewa pun mengajarinya aksara, yang sekarang dikenal dengan
aksara batak, hingga akhirnya dia lancar menulis. Kemudian, dia mengambil kulit
pohon (laklak/ lopian), mengeringkannya, dan kemudian menulis semua ilmu yang
dia dapatkan diatasnya, itulah buku pertama bertuliskan aksara batak. Setahun
kemudian, dia kembali ke bumi (banua tonga) dan beranak cucu, namun karena
kepintarannya, dia kesana kemari, dan memiliki banyak keturunan dimana-mana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar